JANGAN TAKUT TIDAK LAKU
Di antara kita para ilustrator pasti pernah memiliki kekhawatiran soal membuat dan menjual karya. Apakah mungkin karya yang aku bikin ini punya pasar? Apakah orang akan tertarik beli karya ini? Emang ada yang mau pakai ide ini secara komersil?
Buku Life as We Know It karya Emte menjadi contoh ril bahwa bagaimanapun format dan bentuk karya yang kita buat akan selalu memiliki pasar yang sesuai. Buku yang didominasi ilustrasi cat air ini menceritakan kehidupan kita tanpa pandemi. Meskipun buku ini hampir tidak memiliki kata-kata maupun alur cerita yang konvensional namun berhasil diterbitkan oleh Gramedia berani menggandeng Emte untuk mengembangkan dan menerbitkan buku ini menjadi sebuah silent graphic novel.
Di tanggal 5 November 2023, Emte membagikan tips-tips yang akan membantu karya kita relevan untuk banyak orang pada acara talkshow di NuArt Sculpture Park Bandung. Berikut beberapa poin penting dari talkshow tersebut.
1. Kredibilitas Membantu Penjualan
Saat kita membuat sebuah karya yang non-konvensional, kita harus mendapatkan kepercayaan pelanggan dan audiens terlebih dahulu supaya kita bisa menjual karya tersebut. Emte memberikan contoh bahwa kredibilitas itu bukanlah hal yang muluk-muluk. Kita bisa memulainya dengan mengembangkan media sosial kita. Kita juga bisa membiasakan diri mengikuti dan berkoneksi di dalam sebuah event maupun komunitas. Kalau kita aktif berkegiatan dan memiliki track record yang baik, orang akan lebih percaya pada visi yang kita miliki saat kita menjual karya.
Dalam kasus penerbitan, kepercayaan penerbit bisa dibeli dengan persiapan yang cukup. Emte menyampaikan bahwa banyak hasil tugas akhir mahasiswa akhirnya diterbitkan menjadi buku oleh penerbit karena tugas-tugas tersebut memiliki struktur dan riset yang berbobot. Hal ini membantu penerbit memastikan bahwa buku yang akan mereka terbitkan memiliki latar belakang yang kuat dan relevan untuk target pasar.
2. Miliki Konteks yang sesuai
Jangan takut kalau ilustrasi atau cerita yang mau kita buat tidak akan relate ke hati audiens. Kita hanya perlu memastikan bahwa karya yang kita buat memiliki konteks yang berhubungan erat dengan banyak orang. Contohnya, meskipun buku Life as We Know It memiliki format yang tidak lazim, tema yang dibahas adalah seputar kehidupan sosial sehari-hari yang tidak terpengaruh oleh pandemi. Topik ini dekat di hati masyarakat setelah melalui masa pandemi sehingga membuat buku tersebut mudah diterima.
Sekalipun gaya gambar kamu sangat out-of-this-world, kamu tetap harus memiliki konteks yang bisa dimengerti orang pada umumnya. Bahkan cerita fantasi harus melalui riset berdasarkan dunia nyata supaya setting nya tidak menjadi campur aduk.
3. Terima masukan non-seni
Sebagai seorang ilustrator, kita sering memiliki kemauan idealis. Tetapi, saat membuat karya untuk dijual, orang yang akan mengkonsumsi karya kita bukanlah diri kita sendiri. Kita sebaiknya mendapatkan masukan dari orang lain, terutama yang bukan berada di bidang seni, untuk melihat persepsi mereka terhadap karya yang kita buat.
Contohnya, EmTe sendiri banyak mendapatkan masukan dari editor dan tim marketing penerbitnya seputar layout, flow, sampai warna sampul buku. Masukan ini berharga supaya idealisme yang mau kita buat bisa akhirnya sampai ke tangan banyak orang dan bisa memberikan hasil finansial untuk kita.
Pada akhirnya, jika kita terlalu overthink soal penjualan karya kita, kita bisa malah menjadi stuck dalam berkarya. Selama talkshow Emte selalu menekankan, “Dibuat aja. Kalau belum dibuat mana tau sih bakal laku ato ngga.” Ilustrasi, cerita, karya seperti apapun akan selalu memiliki pasar yang sesuai. Saat kita sudah merealisasikan ide kita, kita sering akan terkejut bahwa ternyata ada-ada saja orang-orang yang tertarik pada karya kita.
Artikel ditulis oleh Dion MBD