Tren Kelas Daring Pandemi: ikut-ikutan yang membodohkan
Penulis: Dion MBD
Editor: Aria A.
Artikel ini gratis, tapi dukungan kamu akan sangat membantu kami! :)
Di tahun 2020, Pandemi Covid-19 menghantam keras perekonomian dunia. Salah satunya adalah Indonesia. Dengan banyaknya orang yang diberhentikan dari kerja, muncul inisiatif-inisiatif yang menyongsong edukasi skill atau keterampilan secara daring. Maraknya kelas online yang dibuat juga bersinggungan dengan pengadaan program Prakerja dari pemerintah. Tidak heran, industri kreatif juga turut diramaikan dengan kehadiran platform edukasi daring yang baru.
“Tren ini sebenarnya positif, tetapi saya resah.”
Meskipun orang Indonesia semakin menyadari bahwa kelas-kelas online ini bisa menjadi jembatan bagi khalayak umum dan penekun hobi untuk mendalami beralih karir ke sektor kreatif, namun kelas-kelas online yang tersedia malah sering tidak konkrit dan sustain secara ilmu. Alasannya, banyak platform yang hanya mengejar volume dan insentif dana yang diberikan oleh Pemerintah kepada penyelenggara program-program kelas prakerja.
Akibatnya, pemilihan topik kurang mendalam dan sering bersifat clickbait. Platform yang satu hanya mendaur ulang topik yang sama dari platform kompetitor bahkan tanpa memahami dunia industri kreatif secara utuh.
Salah satu contoh topik yang sering digarap adalah, "Membuat Ilustrasi Digital". Kesannya sangat wah dan relevan. Pertanyaannya adalah, bagaimana cara mengajarkan seseorang membuat ilustrasi digital hanya dalam waktu 1-2 jam? Software, skill, konteks apa saja yang berhubungan dengan ilustrasi digital?
Topik-topik yang tidak spesifik seperti ini dibuat untuk menarget masyarakat seluas-luasnya. Banyak orang yang mau kembali bekerja dan meningkatkan penghasilan selama pandemi pun akan tertarik karena fear of missing out atau FOMO.
“Pola pikir herd mentality ini juga sering tercermin di dalam sikap kita para ilustrator dalam berkarya. Kita sering merasa FOMO atau takut ketinggalan pada trend.”
Pola pikir herd mentality ini juga sering tercermin di dalam sikap kita para ilustrator dalam berkarya. Kita sering merasa FOMO atau takut ketinggalan pada trend. Saat pasar sedang suka vector, kita ganti gaya ke vector. Saat pasar buku anak sedang terlihat ramai, kita berbondong-bondong mau proyek buku anak. Maka, saya mau berbagi beberapa wejangan.
Buat kamu yang masih belajar:
Era edukasi digital ini sangatlah menguntungkan. Kita bisa belajar dengan lebih cepat dan lebih mudah. Berikut beberapa saran memilih kelas:
Cari kelas yang spesifik sesuai dengan yang kamu perlukan.
Pertama, identifikasi dahulu kamu perlu belajar apa. Kalau mau memulai ilustrasi dari 0, cari workshop untuk memulai karir ilustrator. Kalau mau belajar cat air, pilih pembicara yang gayanya kamu sukai.Hindari pilih workshop dengan topik yang terlalu general.
Pilihlah kelas-kelas yang mengajarkan topik yang terarah. Contohnya, daripada memilih kelas "How to become an illustrator", pilih kelas "Fundamental skills untuk seorang ilustrator".Hati-hati dengan topik yang terlalu subjektif!
Beberapa topik sering dikemas secara subjektif seperti "Membuat gambar yang menarik" atau "Drawing a nostalgic illustration". Topik-topik seperti ini rentan karena apa yang seseorang rasakan belum tentu menarik untuk orang lainnya. Kalau kalian tertarik pada topik subjektif seperti ini, ada kemungkinan yang perlu kalian kembangkan adalah dasar menggambar kalian supaya kalian bisa membuat karya yang benar-benar menunjukkan isi hati kalian.
Buat Konten Kreator/Penyelenggara Kursus
Membuat konten yang menarget banyak orang secara general sangat baik untuk bisnis, tapi kita bertanggung jawab untuk memberikan konten dan edukasi yang bermanfaat. Memikirkan hal yang baru memang tidaklah mudah. Tetapi, dengan berpikir kritis kita bisa mendorong supaya industrinya berkembang dan tidak hanya marak sesaat.
Daripada terus-terusan membuat konten yang diinginkan oleh masyarakat, kita harus bisa melihat konten apa yang diperlukan oleh mereka. Kita konten kreator adalah orang tua dan audiens kita adalah anak-anaknya. Jangan memberikan permen terus-menerus hanya untuk menghentikan tangisan dari anak-anak kita.
Buat Ilustrator yang Berprofesi
Urat nadi karya kalian bukanlah membuat karya yang ngetrend. Jiwa karya kalian adalah membuat karya yang menunjukkan keunikan diri kalian. Kalau mindset kalian adalah untuk meraup keuntungan, mengikuti trend merupakan cara yang sangat salah. Akhirnya, kalian hanya akan berkompetisi dengan jutaan ilustrator lain yang juga tidak punya jati diri. Harga kalian akan turun akibat persaingan sempurna ini. Sementara, kalau kita jadi paling unik dan paling jago di apa yang kita kerjakan, kita bisa memasang harga yang jauh lebih eksklusif.
“Urat nadi karya kalian bukanlah membuat karya yang ngetrend. Jiwa karya kalian adalah membuat karya yang menunjukkan keunikan diri kalian.”
— — —
Jadilah ilustrator berjati diri! Jangan jadi follower tapi jadilah trendsetter. Tren tidak terjadi secara sengaja. Mungkin, karya di sketchbook yang kalian pikir norak sebenarnya akan menjadi tren populer berikutnya. Menjadi ilustrator profesional bukan berarti kita akan terkenal. Yang lebih penting adalah konsistensi yang selalu berbanding lurus dengan jam terbang dan kegigihan kita memegang jati diri kreatif kita. (dmbd/aa)